Trending

Mimpi lelaki penyendiri

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
E-mel

Karya
DE EKA PUTRAKHA
BUKITTINGGI, SUMATERA BARAT.

“Bermimpilah terus hingga kau tak bangun-bangun lagi!” begitu bentak lelaki paruh baya itu kepada anak lelaki satu-satunya, Mardi.

Pemuda tanggung itu sudah berkali-kali menceritakan tentang mimpi bertemu ibu kandungnya yang telah lama tiada. 

Kata bapaknya sudah lama meninggal kerana tenggelam.

“Saya yakin, pak, ibu masih hidup…”

“Hidup dalam mimpimu!” ketus bapaknya berulang kali mendengar penjelasan Mardi.

Juga, cerita tentang mimpinya yang berkali-kali bertemu isteri dari bapanya itu.

Seperti sudah habis harapan meyakinkan bapaknya berkaitan ibunya yang masih ada. 

Namun, Mardi tidak akan jemu menceritakan mimpi-mimpinya itu.

Dirinya yakin suatu saat bapanya akan menanyakan perihal mimpinya tanpa diminta. 

Bahkan bapaknya akan menceritakan tentang ibunya yang konon katanya sudah tiada. 

Walau kenyataannya sekarang hati kecilnya selalu menyangkal itu semua.

“Kalau ibu telah tiada. Lantas di mana kuburannya, pak?”

Lelaki 60-an tahun itu hanya diam membisu.

Menyedari Mardi, anak lelakinya itu beranjak dewasa, dirinya belum pernah menziarahi tempat istirahat terakhir belahan jiwanya itu.

***

“Cuba ceritakan tentang mimpimu itu!”

Mardi menduga bapaknya akan menanyakan hal itu.

Ternyata usahanya puluhan hingga ratusan kali menceritakan mimpi-mimpinya, akhirnya mendapat tanggapan.

“Ibu terlihat cantik, pak. Katanya dia sangat mencintai bapa …”

Bapanya hanya terdiam. Cukup lama.

Tanpa disedari matanya mulai berkaca-kaca dan nyaris menjatuhkan air mata.

“Adakah ibumu akan pulang?”

Kali ini Mardi yang terdiam.

Dari sekian banyak mimpinya, hanya yang terakhir ini terlihat begitu berbeza. 

Setelah ibunya mengatakan mencintai bapanya, perempuan itu pun berpaling dan membelakanginya. 

Ada beberapa saat ibunya itu menoleh lagi padanya, namun selalu diurungkan. 

Tidak berapa lama berjalan begitu saja meninggalkannya.

“Semoga dalam mimpi nanti, akan Mardi tanya pada ibu …”

“Tidak usah! Itu tidak perlu.”

Namun, pemuda itu meyakini tidak sepenuhnya bapanya melarang.

Dirinya tetap menanyakan hal yang serupa apabila bertemu ibunya nanti dalam mimpi. 

Mardi berharap ibunya belum terlalu jauh berjalan setelah terakhir membelakanginya itu.

“Adakah ibu akan pulang?” teriak Mardi menyedari ibunya telah cukup jauh berjalan. Lagi dan lagi, ibunya tidak menoleh sedikit pun.

“Bapa sangat mencintai ibu!”

Seketika perempuan itu terhenti dan menatapnya dari kejauhan.

Air matanya berlinangan. 

Mardi rasa telah berhasil membuat ibunya melihat ke arahnya, juga menyampaikan pesan dari bapanya.

Hanya saja sedikit yang disesalkannya membuat ibunya mengeluarkan air mata.

“Ibu baik-baik saja?”

Perempuan itu tidak menjawab dan memalingkan wajahnya lagi.

Tiada yang lebih baik selain mengikhlaskan, begitu jawapan yang diterima Mardi samar-samar terbawa angin. 

Lantas, dilihatnya perempuan itu terus berjalan mendekati pantai, menaiki sebuah kapal dan dengan begitu cepat ibunya ditelan lambung kapal yang besar itu.

Lalu pergi berlayar. 

Tergesa-gesa Mardi mengejar, berenang secepat mungkin.

Usahanya gagal.

Dirinya tenggelam oleh gelombang yang semakin pasang.

Senyap.

“Masih tak kupercayai, Rukayah.

Segala kenangan tentangmu beranjak hilang. Juga seorang anak yang dulu pernah kita bayangkan.

Dirimu akan menamainya Mardi, seperti keinginanmu sebelum kaupergi dan dipinang orang lain.”

Igau lelaki paruh baya menyedari hatinya telah patah berpuluh-puluh tahun lamanya.

Setelah dirinya ditinggal menikah oleh gadis pujaannya itu. 

Suasana senja berangsur redup, seperti harapannya selama ini.

Suka artikel:

e-Akhbar Suara Sarawak

Berita Berkaitan

Sanggar Puisi

Airul Affendi Ali September 2023 Puchong, Selangor. PANTUN RAKYAT NEGERI

ANAK MERDEKA

MUSALMAH 31 OGOS 2023 Anak Merdeka saban hari, saban purnama

Demi Malaysia

Kita bertiga dalam genggaman setiaberdiri di bawah satu benderadan sebuah

E-Paper

22 September 2023

Berita Terbaru